kerna Sunyi
dan ia terbaring Jelita
:ruang putih
cahaya repih
udara bersih
tapi mata sungguh Sedih
pilu
di kalbu
terbubu
makin Dalu
cinta terutara
sisip di desau angin tenggara
ada rasa sengsara
tersesap tak terkira
terbaring ia
dalam dan tetap Jelita
tak sakit atau mati
kerna Sunyi menyergap hati
:negeri
kerna Sepi
dan ia melangkah Sendiri
:bimbang
bersimpangsimpang
saling tumpang
mencuri rasa riang
langit hijau
diri risau
jiwa galau
dan Cinta parau
ia rindu lambai
tapi semua hati dan tangan terkulai
ia rindu dekap
tapi kemesraan telah senyap
melangkah ia
ke Nama
ke Usia
ke Sepi tak terkata
:hidupnya
kerna Pasi
tubuh semampai
melangkah gontai
pandangmata pucat
terjerat riwayat
gerit berderit
tak henti menjerit
mengejutkan embun
menggelisahkan runtun
hati lenyi
cuma sunyi masih sesekali nyanyi
sengau
dan parau
bikin bahkan bulan mengertas
pias
memandang wajahnya
aku bertanya
:engkau benar Cinta
atau sekadar pelipurlara
sejak itu
tiap kami bertemu
ia selalu lantas tersedu
airmatanya berlinang Biru!
kerna Luka
duka memberat di mata
lara melekap di nama
nestapa mengerakap di usia
menyengsara tak kenal bunga
lama
ia saksikan sembunyi Cinta
di sebalik sungkawa tanpa warna
dipungkuri bela
longok ke hati
yang kan pasti kausuai melulu sunyi
sepi dan duri
terhampar bersapsap tanpa tepi
itulah sebab
mengapa baginya hidup ini senyap
bahkan penyap
dan berlangsung tak sekejab
perih
tiada kunjung tersapih
kerna Luka
tiada punya jeda
ditakik melariklarik
99 di tiap titik
meriwik
di detik
kerna Bunga
hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu kangen mewarni dan kemesraan mewarna
lekuk melantuk
liuk berpeluk
hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu rasatergoda tibatiba menyegala
lambai tergapai
genggam terperam
hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu jiwa menjelma Kirana
luka lupa
sepisunyi mati
tapi aku tak menguburnya
kerna Bunga tak perlu pusara
juga Cinta.
kerna Tiada
kerna Tiada kini ia
:kekasih bermata Jelita
hampir Hampa aku
lemir sekaligus beku
menghambur hambar
gemetar hilang binar
kerna Tiada kini ia
:juwita yang Mukim dalam jiwa
benar Lampis aku
mengapungkuyu melayanglayu
srawung
hanya dengan suwung
kerna Tiada kini ia
:kirana penggenap Iga
maka segala sungguh Percuma
bahkan rasa siasia
tak lagi punya makna
kerna Jerit
melengkung
njingkrung
merana ia
gandrung
wuyung
tiap bangun terhuyung
baginya Gontai tanpa ujung
terpedaya ia
klewung
di punggung kluwung
tangis
meriwis
airmata
terustiris
memanis
di sepanjang jalan
yang terpeta di telapak tangan
melangkah ia
bersiul
membuang masgul
siapa tapi Peduli?
kerna Nestapa
:cerita buat gunawan budi susanto
di kamarnya
sembari bercermin perempuan itu
menyeset dan mengelupas
kulitwajah sendiri dengan welat
:mulai dari ujung dagu
beringsut merambat naik ke pangkal dahi
sebentar ia sempat melempar pandang
ke luar jendela
sekelebatan ia seperti melihat langit melingsut
biru bersemu coklat kelabutua kemerahan
:tanpa angin
dan tak pula bercuaca
warni, perempuan ini,
sering ia bilang tak lagi punya diri
kerna badan selalu tiap jam diudani
tubuhnya dipukuli dan didupaki
ia kata juga tak lagi punya hati
kerna berkali tercuri
“kepalaku kosong
dadaku melompong
hasratku gosong
hidupku growong
jadi buat apa wajah
kalau hanya malah bikin makin Sayah.”
aku mbrebesmili ketika kutulis sajak ini
sedih dan repih
giris dan miris tak habishabis
:di paras ketika kulit tuntas terkelupas
sungguh tak ada darah
tak ada daging
tak ada otot
tak ada urat
tak ada tulang
tak ada Warna
tak ada apa-apa
bahkan tak adapun
tiada juga
o, Nestapa macam apa pula
yang sudah sedemikian sangat mencintainya?
kini warni
melangkah menunduk di tiap hari
berjarit simpangsembilan
berkebaya warna penggorengan
dengan kerudung unguruketan
ditangkup jemari gemetaran
pagi
siang
sore
senja
malam dan subuh
srimbit memandangnya dari jauh
hanya memandangnya
.......
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
kapan ditampilkan sajasajak njenengan yang belum terpublikasikan
Posting Komentar