Senin, 11 Februari 2008

sajak-sajak dari Kamar

kerna Sunyi

dan ia terbaring Jelita
:ruang putih
cahaya repih
udara bersih
tapi mata sungguh Sedih

pilu
di kalbu
terbubu
makin Dalu

cinta terutara
sisip di desau angin tenggara
ada rasa sengsara
tersesap tak terkira

terbaring ia
dalam dan tetap Jelita
tak sakit atau mati
kerna Sunyi menyergap hati

:negeri


kerna Sepi

dan ia melangkah Sendiri
:bimbang
bersimpangsimpang
saling tumpang
mencuri rasa riang

langit hijau
diri risau
jiwa galau
dan Cinta parau

ia rindu lambai
tapi semua hati dan tangan terkulai
ia rindu dekap
tapi kemesraan telah senyap

melangkah ia
ke Nama
ke Usia
ke Sepi tak terkata

:hidupnya


kerna Pasi

tubuh semampai
melangkah gontai
pandangmata pucat
terjerat riwayat
gerit berderit
tak henti menjerit
mengejutkan embun
menggelisahkan runtun
hati lenyi
cuma sunyi masih sesekali nyanyi
sengau
dan parau
bikin bahkan bulan mengertas
pias

memandang wajahnya
aku bertanya
:engkau benar Cinta
atau sekadar pelipurlara

sejak itu
tiap kami bertemu
ia selalu lantas tersedu

airmatanya berlinang Biru!


kerna Luka

duka memberat di mata
lara melekap di nama
nestapa mengerakap di usia
menyengsara tak kenal bunga

lama
ia saksikan sembunyi Cinta
di sebalik sungkawa tanpa warna
dipungkuri bela

longok ke hati
yang kan pasti kausuai melulu sunyi
sepi dan duri
terhampar bersapsap tanpa tepi

itulah sebab
mengapa baginya hidup ini senyap
bahkan penyap
dan berlangsung tak sekejab

perih
tiada kunjung tersapih
kerna Luka
tiada punya jeda

ditakik melariklarik
99 di tiap titik
meriwik
di detik


kerna Bunga

hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu kangen mewarni dan kemesraan mewarna

lekuk melantuk
liuk berpeluk

hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu rasatergoda tibatiba menyegala

lambai tergapai
genggam terperam

hai, rina
apakah kerna Bunga di mata
lalu jiwa menjelma Kirana

luka lupa
sepisunyi mati

tapi aku tak menguburnya
kerna Bunga tak perlu pusara

juga Cinta.


kerna Tiada

kerna Tiada kini ia
:kekasih bermata Jelita
hampir Hampa aku
lemir sekaligus beku
menghambur hambar
gemetar hilang binar

kerna Tiada kini ia
:juwita yang Mukim dalam jiwa
benar Lampis aku
mengapungkuyu melayanglayu
srawung
hanya dengan suwung

kerna Tiada kini ia
:kirana penggenap Iga
maka segala sungguh Percuma
bahkan rasa siasia
tak lagi punya makna


kerna Jerit

melengkung
njingkrung
merana ia
gandrung
wuyung

tiap bangun terhuyung
baginya Gontai tanpa ujung
terpedaya ia
klewung
di punggung kluwung

tangis
meriwis
airmata
terustiris
memanis

di sepanjang jalan
yang terpeta di telapak tangan
melangkah ia
bersiul
membuang masgul

siapa tapi Peduli?


kerna Nestapa

:cerita buat gunawan budi susanto

di kamarnya
sembari bercermin perempuan itu
menyeset dan mengelupas
kulitwajah sendiri dengan welat
:mulai dari ujung dagu
beringsut merambat naik ke pangkal dahi

sebentar ia sempat melempar pandang
ke luar jendela
sekelebatan ia seperti melihat langit melingsut
biru bersemu coklat kelabutua kemerahan
:tanpa angin
dan tak pula bercuaca

warni, perempuan ini,
sering ia bilang tak lagi punya diri
kerna badan selalu tiap jam diudani
tubuhnya dipukuli dan didupaki
ia kata juga tak lagi punya hati
kerna berkali tercuri

“kepalaku kosong
dadaku melompong
hasratku gosong
hidupku growong
jadi buat apa wajah
kalau hanya malah bikin makin Sayah.”

aku mbrebesmili ketika kutulis sajak ini
sedih dan repih
giris dan miris tak habishabis
:di paras ketika kulit tuntas terkelupas
sungguh tak ada darah
tak ada daging
tak ada otot
tak ada urat
tak ada tulang
tak ada Warna
tak ada apa-apa

bahkan tak adapun
tiada juga

o, Nestapa macam apa pula
yang sudah sedemikian sangat mencintainya?

kini warni
melangkah menunduk di tiap hari
berjarit simpangsembilan
berkebaya warna penggorengan
dengan kerudung unguruketan
ditangkup jemari gemetaran

pagi
siang
sore
senja
malam dan subuh
srimbit memandangnya dari jauh

hanya memandangnya
.......